MAKALAH ETIKA PROFESI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (ILLEGAL CONTENTS)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segara rahmat dan segala rahim bagi
kita semua, hingga akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Illegal Contents” pada mata kuliah
Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai syarat nilai Tugas
Makalah Semester 6 UBSI BOGOR tahun 2020.
Tujuan penulisan
makalah ini dibuat untuk mendapatkan nilai Tugas Makalah Etika Profesi
Teknologi Informasi dan Komunikasi. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan
dukungan dari semua pihak, maka penulisan tugas makalah ini tidak akan lancar.
Oleh karena itu pada kesempatan ini, izinkan kami menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1.
Rektor Universitas Bina Sarana
Informatika.
2.
Dekan Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Bina Sarana Informatika.
3.
Ketua Program Studi Sistem Informasi
Akuntansi Fakultas Teknologi Informasi Universitas Bina Sarana Informatika.
4.
Ibu Raudah Nasution, ST, M.MSI Selaku
Dosen Mata Kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi.
5.
Orang Tua tercinta yang telah memberikan
dukungan moral maupun spiritual.
6.
Rekan-rekan mahaiswa kelas 11. 6C. 13.
Kami
dari tim penulis menyadari keterbatasan kemampuan dalam menyusun makalah ini.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan. Kami
harap semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Bogor,
Juni 2020
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan.......................................................................................
1
1.1
Latar
Belakang ......................................................................... ......... 1
1.2
Maksud
dan Tujuan ................................................................. ......... 3
1.3
Batasan
Masalah ...................................................................... ......... 3
Bab II Landasan Teori .................................................................................. ......... 4
2.1 Cyber Crime ............................................................................. ......... 4
2.1.1 Klasifikasi
Cybercrime ................................................. ......... 5
2.1.2 Jenis –
jenis Cybercrime ............................................... ......... 6
2.2 Cyberlaw .................................................................................. ......... 7
2.2.1 Ruang Linkup Cyberlaw .............................................. ......... 8
2.2.2 Pengaturan Cybercrimes dalam UU ITE ..................... ......... 9
2.2.3 Penegak Hukum Unauthorized Access To
Computer
System
And Service ..................................................... ....... 10
Bab III Pembahasan ....................................................................................... ....... 14
3.1 Illegal
Contents ....................................................................... ....... 14
3.2 Pelaku dan Peristiwa dalam
kasus Illegal Content .................. ....... 15
Bab IV Penutup ............................................................................................. ....... 18
4.1 Kesimpulan .............................................................................. ....... 18
4.2 Saran ........................................................................................ ....... 19
Daftar Pustaka ................................................................................................. 20
PENDAHULUAN
Penggunaan
internet di masyarakat semakin luas dan berasal dari semua kalangan. Jika dulu
internet lebih banyak dimanfaatkan untuk kepentingan hiburan, saat ini internet
juga banyak digunakan untuk mengakses informasi untuk keperluan pendidikan.
Para masyarakat saat ini banyak yang mencari refrensi sumber ajaran di
internet. Tetapi tidak banyak dari mereka yang tahu akan fungsi dan guna dari
internet itu sendiri. Untuk itu dalam pembelajaran perlu adanya media
pembelajaran yaitu internet. Dengan adanya media tersebut setiap masyarakat
mampu memanfaatkan internet sesuai dengan kebutuhan. Di samping itu pemanfaatan
internet sebagai media pembelajaran sangat mempermudah masyarakat dalam dalam
mengakses sebuah informasi pengetahuan, mengirim tugas-tugas sekolah lewat
email, dan sebagainnya. Dunia internet sangat lah luas, banyak informasi yang
terdapat di dalam nya, mulai dari hal yang positif sampai dengan negatif. Untuk
itu diperlukan adanya literasi dalam proses pengaksesan internet. Dalam hal ini
masyarakat harus paham betul apa itu literasi intenet. Para pengguna harus
mempunyai ilmu atau bekal pengetahuan mengenai dunia TIK agar mereka paham apa
yang ada di dalam nya. Mereka harus mengarahkan agar tidak salah
dalam penggunaan.
Perkembangan
jaringan internet memunculkan dampak negatif, sebagaimana dikemukakan oleh Roy
Suryo, seorang pakar tekhnologi informasi, dalam penelitiannya yang dikutip
oleh harian Kompas menyatakan: “Kejahatan cyber
(cyber crime)kini marak
di lima kota besar di Indonesia dan dalam taraf yang cukup memperhatikan serta
yang dilakukan oleh para hackeryang rata-rata anak muda yang keliatannya
kreatif, tetapi sesunggunya mereka mencuri nomor kartu kredit melalui
internet.”
Kejahatan
cyber crime dibagi menjadi 2 kategori, yakni cyber crime dalam pengertian
sempit dan dalam pengertian luas. cyber crime dalam pengertian sempit adalah
kejahatan terhadap sistem komputer, sedangkan cyber crimedalam arti luas
mencakup kejahatan terhadap sistem atau jaringan komputer dan kejahatan yang
menggunakan sarana komputer.
Karena
adanya sebuah tindak kriminal di dunia maya yang bisa merugikan orang lain maka
sudah seharusnya di buat sebuah Undang-Undang tentang etika, tata cara yang
harus di patuhi dalam menggunakan jaringan internet. Undang-Undang atau
peraturan tersebut biasa kita sebut dengan istilah cyberlaw. Pegertian dari
cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya) yang umumnya
diasosiasikan dengan internet. Di Indonesia sendiri di buat sebuah
Undang-Undang yang dinamakan dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronika (UU ITE). UU ITE adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang
yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik
yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun yang berada di luar wilayah hukum
Indonesia. UU ITE mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang
memanfaatkan jaringan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun
pemanfaatan informasinya.
Adapun maksud dan
tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.
Memenuhi tugas mata
kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi.
2.
Diharapkan pembaca
untukn dapat mengetahui, memahami, dan mengamalkan nilai-nilai etika dikalangan
atau didalam aktivitas belajar mengajar.
Berdasarkan latar
belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa hal:
1.
Apa yang dimaksud
dengan Illegal Contents
2.
Apa saja hal yang dapat
menanggulangi Illegal Contents
BAB II
2.1
Cyber Crime
Di dalam dunia internet saat ini tidak luput dari masalah cybercrime
yang memberikan masalah
dalam keamanan jaringan komputer dan keamanan informasi. apalagi jika dikaitkan
dengan persoalan informasi sebagai komoditi. Informasi sebagai komoditi
memerlukan kehandalan pelayanan agar apa yang disajikan tidak mengecewakan
pelanggannya. Untuk mencapai tingkat kehandalan tentunya informasi itu sendiri
harus selalu dimutakhirkan sehingga informasi yang disajikan tidak ketinggalan
zaman. Kejahatan dunia maya (cybercrime) ini muncul seiring
dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat.
Pada awalnya cybercrime didefinisikan sebagai kejahatan komputer. Menurut
Mandell dalam suhariyanto (2012) disebutkan ada dua kegiatan computer crime, yaitu:
1.
Penggunaan
komputer untuk melaksanakan perbuatan penipuan, pencurian
atau penyembuanyian yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan keuangan,
keuntungan bisnis, kekayaan atau pelayanan.
2.
Ancaman
terhadap komputer itu sendiri, seperti pencurian perangkat keras atau lunak,
sabotase dan pemerasan.
Pada
dasarnya cybercrime meliputi tindak
pidana yang berkenaan dengan sistem informasi itu sendiri juga sistem
komunikasi yang merupakan sarana untuk penyampaian/pertukaran informasi kepada
pihak lainnya.
Dalam perkembangannya kejahatan konvensional cybercrime dikenal
dengan:
1.
Kejahatan kerah biru.
2.
Kejahatan kerah putih.
Cybercrime memiliki
karakteristik unik yaitu:
1.
Ruang lingkup kejahatan.
2.
Sifat kejahatan.
3.
Pelaku kejahatan.
4.
Modus kejahatan.
5.
Jenis kerugian yang ditimbulkan.
2.1.1
Klasifikasi Cybercrime
Cybercrime dapat
diklasifikasikan menjadi 3 bagian, yaitu:
1.
Cyberpiracy
Merupakan penggunaan teknologi komputer untuk mencetak ulang software atau
informasi, lalu menditribusikan informasi atau software tersebut lewat
teknologi komputer, bisa dibilang sebagai pembajakan software secara
illegal.
2.
Cyberpass
Merupakan penggunaan teknologi komputer untuk meningkatkan akses pada
system komputer suatu organisasi atau individu. Dicontohkan hacking, exploit system
dan seluruh kegiatan yang berhubungan dengannya.
3.
Cybervandalism,
Merupakan penggunaan teknologi komputer untuk membuat program yang
mengganggu proses transmisi elektronik, dan menghancurkan data di sistem
komputer. Contohnya, virus, trojan, worm, metode DoS, Http Attack,
BruteForce, dan lain-lain.
2.2.2
Jenis – jenis Cybercrime
1.
Unauthorized Access to Computer System and Service
Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem
jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari
pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (hacker)
melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan
rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukannya hanya karena merasa tertantang
untuk mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi
tinggi.
2.
Data Forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting
yang tersimpan sebagai scripless document melalui internet. Kejahatan
ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce dengan membuat
seolah-olah terjadi "salah ketik" yang pada akhirnya akan
menguntungkan pelaku karena korban akan memasukkan data pribadi dan nomor kartu
kredit yang dapat saja disalah gunakan.
3.
Cyber Espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan Internet untuk melakukan
kegiatan mata-mata terhadap pihak lain dengan memasuki sistem jaringan komputer
(computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan
terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun data pentingnya (database)
tersimpan dalam suatu sistem yang computerized (tersambung dalam
jaringan komputer).
4.
Cyber Sabotage and Extortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau
penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan
komputer yang terhubung dengan Internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan
dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu
program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer
tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan
sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku.
5.
Offense against Intellectual Property
Kejahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang
dimiliki pihak lain di Internet. Sebagai contoh, peniruan tampilan pada web
page suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi
di Internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan
sebagainya.
6.
Infringements of Privacy
Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang
tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized,
yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara
materil maupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau
penyakit tersembunyi dan sebagainya.
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di
dunia cyber (dunia maya) yang umumnya
diasosiasikan dengan internet.
Cyberlaw merupakan aspek hukum yang ruang
lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau
subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai
pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya.
Hukum pada prinsipnya merupakan
pengaturan terhadap sikap tindakan (perilaku) seseorang dan masyarakat dimana
akan ada sanksi bagi yang melanggar.
Alasan cyberlaw
diperlunya menurut Sitompul (2012) adalah sebagai berikut:
1.
Masyarakat
yang ada di dunia virtual ialah masyarakat yang berasal dari dunia nyata yang
memiliki nilai dan kepentingan.
2.
Meskipun
terjadi di dunia virtual, transaksi yang dilakukan oleh masyarakat memiliki
pengaruh dalam dunia nyata.
Jonathan Rosenoer dalam Cyberlaw, the law of internet
mengingatkan tentang ruang lingkup cyberlaw
diantaranya:
1.
Hak
Cipta (Copy Right).
2.
Hak
Merk (Trademark).
3.
Pencemaran
nama baik (Defamation).
4.
Fitnah,
Penistaan, Penghinaan (Hate Speech).
5.
Serangan
terhadap fasilitas komputer (Hacking,
Viruses, Illegal Access).
6.
Pengaturan
sumber daya internet seperti IP-Address,
domain name.
7.
Kenyamanan
individu (Privacy).
8.
Prinsip
kehati-hatian (Duty Care.)
9.
Tindakan
kriminal biasa menggunakan TI sebagai alat.
10.
Isu
prosedural seperti yuridiksi, pembuktian, penyelidikan, dan sebagainya
11.
Kontrak/transaksi
elektronik dan tandatangan digital.
12.
Pornografi.
13.
Pencurian
melalui internet.
14.
Perlindungan
konsumen.
15.
Pemanfaatan
internet dalam aktivitas keseharian seperti e-commerce,
e-goverment, e-education, dan lain sebagainya.
Saat ini di Indonesia telah lahir
suatu hukum baru yang dikenal dengan hukum dunia maya atau cyber, UU Republik Indonesia tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik No. 11 Tahun 2008, yang terdiri dari 54 pasal dan disahkan pada
tanggal 21 April 2008, yang diharapkan dapat mengatur segala urusan dunia
internet (cyber), termasuk didalamnya
memberi punishment atau hukuman
terhadap pelaku cybercrime.
Rangkuman dari muatan UU ITE adalah
sebagai berikut:
1.
Tanda
tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan
konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda
tangan digital lintas batas).
2.
Alat
bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
3.
UU
ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada
di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di
Indonesia.
4.
Pengaturan
nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
5.
Perbuatan
yang dilarang (cybercrime) dijelaskan
pada Bab VII (pasal 27-37), yaitu:
a.
Pasal
27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan).
b.
Pasal
28 (Berita bohong dan menyesatkan, Berita kebencian dan permusuhan).
c.
Pasal
29 (Ancaman kekerasan dan menakut-nakuti).
d.
Pasal
30 (Akses komputer pihak lain tanpa izin atau cracking).
e.
Pasal
31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan informasi).
f.
Pasal
32 (Pemindahan, Perusakan dan membuka informasi rahasia).
g.
Pasal
33 (Virus pada sistem yang membuat sistem tidak bekerja/DOS).
h.
Pasal
35 (Menjadikan seolah dokumen otentik atau phising).
2.2.3
Penegak Hukum Unauthorized Access to Computer System And Service
Penegakan hukum tentang Unauthorized
Access to Computer System and Service di Indonesia sangatlah dipengaruhi oleh lima
faktor yaitu Undang-undang, mentalitas aparat penegak hukum, perilaku
masyarakat, sarana dan kultur. Hukum tidak bisa tegak dengan sendirinya selalu
melibatkan manusia didalamnya dan juga melibatkan tingkah laku manusia
didalamnya. Hukum juga tidak bisa tegak dengan sendirinya tanpa adanya penegak
hukum. Penegak ukum tidak hanya dituntut untuk professional dan pintar dalam
menerapkan norma hukum tapi juga berhadapan dengan seseorang bahkan kelompok
masyarakat yang diduga melakukan kejahatan.
Dengan seiringnya perkembangan jaman
dan perkembangan dunia kejahatan, khususnya perkembangan unauthorized access computer and service yang semakin
mengkhawatirkan, penegak hukum dituntut untuk bekerja keras karena penegak
hukum menjadi subjek utama yang berperang melawan unauthorized. Misalnya Resolusi PBB No.5 tahun1963 tentang upaya
untuk memerangi kejahatan penyalah gunaan Teknologi Informasi pada tanggal 4
Desember 2001, memberikan indikasi bahwasanya ada masalah internasional yang
sangat serius, gawat dan harus segera ditangani.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) masih dijadikan sebagai dasar hukum untuk menjaring Unauthorized
Access to Computer System and Service, khususnya jenis unauthorized
yang memenuhi unsur-unsur dalam pasal-pasal KUHP. Beberapa dasar hukum dalam
KUHP yang digunakan oleh aparat penegak hukum antara lain:
1.
Pasal
167 KUHP
2.
Pasal
406 ayat (1) KUHP
3.
Pasal
282 KUHP
4.
Pasal
378 KUHP
5.
Pasal
112 KUHP
6.
Pasal
372 KUHP
Selain KUHP adapula Undang-undang
yang berkaitan dengan hal ini, yaitu UU No 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dimana aturan tindak pidana yang
terjadi didalamnya terbukti mengancam para pengguna internet. Sejak ditetapkannya
UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada 21 April
2008, telah menimbulkan banyak korban. Berdasarkan pemantauan yang telah
aliansi lakukan paling tidak telah ada 4 orang yang dipanggil polisi dan
menjadi tersangka karena diduga melakukan tindak pidana yang diatur dalam
UU ITE. Para tersangka atau korban UU ITE tersebut merupakan pengguna internet
aktif yang dituduh telah melakukan penghinaan atau terkait dengan muatan
penghinaan di internet.
Orang-orang yang dituduh berdasarkan UU
ITE tersebut kemungkinan seluruhnya akan terkena pasal 27 ayat (3) jo
Pasal 45 ayat (1) UU ITE yakni dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda 1
miliar rupiah. UU ITE dapat digunakan untuk menghajar seluruh aktivitas di
internet tanpa terkecuali jurnalis atau bukan. Karena rumusannya yang sangat
lentur. (lihat tabel lampiran).
Tindak pidana yang harus menjadi perhatian serius dalam UU
ITE adalah:
1.
Pasal
27 (1)
“Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.
2.
Pasal
27 (3)
“Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
3.
Pasal
28 (2)
“Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA)”.
Aliansi
menghimbau kepada pemerintah agar menarik kembali pasal-pasal tersebut dan
merumuskan ulang sehingga dapat menjamin kebebasan menyatakan pendapat dan
ekpresi para pengguna internet. Memasang kembali rambu-rambu yang lebih jelas
mengenai larangan muatan internet. Aliansi juga meminta para pihak pengguna
internet untuk tetap agar mendorong pemerintah dan Menteri Komunikasi dan
Informatika untuk segera merevisi aturan ini karena pengguna internet merupakan
calon korban terbesar dalam kasus-kasus tersebut. Secara khususAliansi meminta
kepada pihak kepolisian agar tidak menggunakan intrumen cacat ini untuk
kepentingan-kepentingan tertentu.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Illegal Contents
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke Internet
tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar
hukum atau mengganggu ketertiban umum.
Sebagai contohnya, pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan
menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain hal-hal yang berhubungan
dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara,
agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah dan sebagainya.
Illegal
content menurut pengertian diatas dapat disederhanakan pengertiannya menjadi
“kegiatan menyebarkan (mengunggah,menulis) hal yang salah atau diarang / dapat
merugikan orang lain.”
Contoh Kasus
Belakangan ini marak sekali terjadi pemalsuan gambar yang dilakukan oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dengan cara mengubah gambar seseorang
(biasanya artis atau public figure lainnya) dengan gambar yang tidak
senonoh menggunakan aplikasi komputer seperti photoshop. Kemudian gambar
ini dipublikasikan lewat internet dan ditambahkan sedikit berita palsu
berkenaan dengan gambar tersebut. Hal ini sangat merugikan pihak yang menjadi
korban karena dapat merusak image seseorang. Dan dari banyak kasus yang
terjadi, para pelaku kejahatan ini susah dilacak sehingga proses hukum tidak
dapat berjalan dengan baik.
Akhir-akhir
ini juga sering terjadi penyebaran hal-hal yang tidak teruji kebenaran akan
faktanya yang tersebar bebas di internet, baik itu dalam bentuk foto,video
maupun berita-berita. Dalam hal ini tentu saja mendatangkan kerugian
bagi pihak yang menjadi korban dalam
pemberitaan yang tidak benar tersebut, seperti kita ketahui pasti pemberitaan
yang di beredar merupakan berita yang sifatnya negatif.
Biasanya
peristiwa seperti ini banyak terjadi pada kalangan selebritis, baik itu dalam
bentuk foto maupun video. Seperti yang dialami baru-baru ini tersebar foto-foto
mesra di kalangan selebritis, banyak dari mereka yang menjadi korban dan
menanggapinya dengan santai karena mereka tidak pernah merasa berfoto seperti
itu. Ada juga dari mereka yang mengaku itu memang koleksi pribadinya namun
mereka bukanlah orang yang mengunggah foto-foto atau video tersebut ke
internet, mereka mengatakan ada tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab
melakukan perbuatan tersebut. Ada juga yang mengaku bahwa memang ponsel atau
laptop pribadi mereka yang didalamnya ada foto-foto atau video milik pribadi
hilang, lalu tak lama kemudian foto-foto atu video tersebut muncul di internet.
Yang menarik
dari hukuman atau sangsi untuk beberapa kasus seseorang yang terlibat dalam
‘Illegal content’ ini ialah hanya penyebar atau yang melakukan proses
unggah saja yang mendapat sangsi sedangkan yang mengunduh tidak mendapat
hukuman apa apa selain hukuman moral dan perasaan bersalah setelah mengunduh
file yang tidak baik.
3.2
Pelaku dan Peristiwa dalam kasus Illegal Content
1.
Pelaku: pelaku yang menyebarkan informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan illegal
content dapat perseorangan atau badan hukum, sesuai isi Pasal 1 angka
21 UU ITE bahwa “Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia,
warga Negara asing, maupun badan hukum”. Keberadaan Badan Hukum diperjelas
kembali dalam Pasal 52 ayat (4) UU ITE bahwa Korporasi yang melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 37 UU ITE, termasuk
menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
bermuatan illegal content dikenakan pemberatan pidana pokok
ditambah dua pertiga.
2.
Peristiwa: perbuatan penyebaran informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik seperti dalam Pasal 27 sampai Pasal 29
harus memenuhi unsur:
a.
Illegal Content seperti
penghinaan, pencemaran nama baik, pelanggaran kesusilaan, berita bohong,
perjudian, pemerasan, pengancaman, menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu, ancaman kekerasan atau menakut-nakuti secara pribadi.
b.
Dengan sengaja dan tanpa hak, yakni dimaksudkan bahwa
pelaku mengetahui dan menghendaki secara sadar tindakannya itu dilakukan
tanpa hak. Pelaku secara sadar mengetahui dan menghendaki bahwa perbuatan
“mendistribusikan” dan/atau “mentransmisikan” dan/atau “membuat dapat
diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik” adalah memiliki
muatan melanggar kesusilaan. Dan tindakannya tersebut dilakukannya tidak legitimate
interest.
3.
Perbuatan pelaku berkaitan illegal
content dapat dikategorikan sebagai berikut:
a.
Penyebaran informasi elektronik yang bermuatan illegal
content
b.
Membuat dapat diakses informasi elektronik yang
bermuatan illegal content
c.
Memfasilitasi perbuatan penyebaran informasi
elektronik, membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang bermuatan illegal
content (berkaitan dengan pasal 34 UU ITE).
3.3
Solusi pencegahan cybercrime illegal
content:
a. Tidak
memasang gambar yang dapat memancing orang lain untuk merekayasa gambar
tersebut sesuka hatinya.
b. Memproteksi
gambar atau foto pribadi dengan sistem yang tidak dapat memungkinkan orang lain
mengakses secara leluasa.
c. Melakukan
modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan
dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut.
d. Meningkatkan
sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional.
e. Meningkatkan
pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan,
investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime.
f. Meningkatkan
kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya
mencegah kejahatan tersebut terjadi.
g. Meningkatkan
kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam
upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi
dan mutual assistance treaties yang menempatkan tindak pidana di bidang
telekomunikasi, khususnya internet, sebagai prioritas utama.
Berdasarkan data yang telah dibahas
dalam makalah, maka kami dapat menyimpulkan bahwa Cybercrime Illegal Contents adalah:
1.
Merupakan
suatu tindakan yang melanggar UU ITE atau termasuk suatu kejahatan dunia maya (cybercrime) yang timbul dari dampak
negatif perkembangan aplikasi internet.
2.
Jenis cybercrime ada 11 macam yaitu Unauthorized
Access to Computer System and Service, Data Forgery, Cyber Espionage, Cyber
Sabotage and Extortion, Offense against Intellectual Property, Infringements of
Privacy dan Illegal Contents.
3.
Langkah penting yang harus dilakukan setiap negara
dalam penanggulangan cybercrime adalah melakukan modernisasi hukum
pidana nasional beserta hukum acaranya, meningkatkan sistem keamanan jaringan
komputer secara nasional secara standar internasional, meningkatkan pemahaman
serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan investasi dan
penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime,
meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta
pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi, meningkatkan kerjasama dalam
upaya penanganan cybercrime.
4.2
Saran
Berkaitan
dengan Illegal Contents tersebut maka perlu adanya upaya untuk pencegahannya,
untuk itu yang perlu diperhatikan adalah :
1.
Sosialisasi hukum kepada masyarakat tentang UU ITE sehingga
masyarakat bisa menempuh jalur hukum ketika menjadi korban kejahatan dalam
dunia cyber.
2.
Lakukan konfirmasi kepada perusahaan yang bersangkutan apabila
Anda merasa menjadi target kejahatan illegal content.
Komentar
Posting Komentar